Tampilkan postingan dengan label Ibu dan Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ibu dan Anak. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 April 2011

Perkembangan Keagamaan Anak

Sebagai mahluk ciptaan tuhan, sebenarnya potensi agama sudah ada pada setiap manusia sejak lahir. Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta. Dan dengan adanya potensi bawaan ini, manusia pada hakikatnya adalah mahkluk beragama.
Perkembangan agama pada manusia sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, tertutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa anak), seorang anak yang pada masa itu tidak mendapat pendidikan agama dan tidak mempunyai pengalaman keagamaan maka ia nantinya setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama. Karena agama masuk dalam pribadi anak bersamaan dengan pertumbuhan pribadinya yaitu sejak lahir.
1. Timbulnya Jiwa Kegamaan Pada Anak
Anak sejak lahir telah membawa fitrah kaagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan.
Menurut tinjauan pendapat, bayi dianggap sebagai manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaan. Apabila bakat elementer bayi lambat bertumbuh dan matang maka agak sukarlah untuk melihat adanya keagamaan pada dirinya. Meskipun demikian ada yang berpendapat bahwa tanda-tanda keagamaan pada anak tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan funsi-fungsi kejiwaan lainnya. Jika demikian maka apakah faktor yang dominan dalam perkembangan ini? Dalam membahas masalah ini ada beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak antara lain:
a. Rasa ketergantungan (sense of Depende)
Dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes. Menurutnya manusia dilahirkan kedunia ini memiliki empat keinginan yaitu: keinginan untuk perlindungan, keinginan akan pengalaman baru, keinginan untuk mendapatkan tanggapan dan keinginan untuk dikenal.
b. Instink keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Misalnya instink sosial pada anak sebagai potensi bawaannya sebagai makhluk homo socius, baru akan befungsi setelah anak dapat bergaul dan berkemampuan untuk berkomunikasi.

2. Perkembangan Agama Pada Anak-Anak
Menurut Ernest Harms perkembangan agama anak itu mempunyai beberapa tingkat yang dipaparkan dalam buku The Development of Religious on Children ia mengatakan bahwa agama pada anak melalui tiga tingkatan yaitu:
a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak-anak yang berusia 3 sampai 6. pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih mengunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat.
c. The Individual Stage (Tingkat Individual)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan ini dapat digolongkan menjadi tiga:
1) Konsep ketuhanan yang konvensional dan koservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.
2) Konsep ketuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan).
3) Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor intern yaitu perkembangan usia dan fakror ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.

3. Sifat-sifat Agama Pada Anak-Anak
Dalam kaitannya dengan perkembangan agama, muncul sifat-sifat agama yang dimiliki oleh anak antara lain:
a. Unreflective (tidak mendalam), yaitu kebenaran agama yang diterima anak tidak begitu dalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal.
b. Egosentris, yaitu dalam masalah keagamaan anak lebih menonjolkan kepentingan dirinya dan lebih menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan dirinya.
c. Anthromorphis, yaitu konsep mengenai tuhan berasal dari hasil pengalaman di kala ia berhubungan dengan orang lain. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran mereka, anak mengaggap bahwa keadaan tuhan itu sama dengan manusia.
d. Verbalis dan Ritualis, yaitu dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagaimana tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan-ucapan). Latihan-latihan bersifat verbal dan upacara keagamaan yang bersifat ritual (praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak.
e. Imitatif, yaitu Keagamaan pada anak-anak bersifat meniru seperti gerakan sholat, berdo�a dan lain-lain.
Rasa heran, yaitu sifat ini merupakan tanda sifat keagamaan yang terakhir pada anak, rasa kagum pada anak-anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap lahiriyah saja. Perasaan kagum ini dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.

Rujukan:
1. Darajat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1996. Hal 59-70.
2. Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: P.T Remaja Rosdakarya, 2004.



Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Karakteristik Perkembangan Anak Prasekolah

Anak usia prasekolah merupakan perkembangan individu yang terjadi sekitar usia 2-6 tahun, pada usia ini anak berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara rasional.

Usia ini juga sering disebut dengan masa pancaroba, karena pada umumnya anak pada masa ini dorongan keingintahuannnya sangat kuat. Diantara perkembangan-perkembangan yang terjadi pada usia ini antara lain :
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan ketrampilan fisiknya, dan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan dari orangtuannya. Perkembangan sistem syaraf pusat memberikan kesiapan kepada anak untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tubuhnya.

b. Perkembangan Intelektual
Menurut Pieget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental bukan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional, atau �symbolic function�, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan simbol (kata-kata, bahasa gerak, dan benda). Dapat juga dikatakan sebagai �semiotic function�, kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol (bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda dan peristiwa) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata, atau peristiwa.

Melalui kemampuan di atas, anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Dia dapat menggunakan kata-kata peristiwa dan benda untuk melambangkan sesuatu.

c. Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan orang lain. Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi orang lain atau benda lain. Dia menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginan orang lain, sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya.

Bersamaan dengan itu, berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya. Jika lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak, seperti memperlakukan dengan anak secara keras, atau kurang menyayanginya, maka pada diri anak akan berkembang sikap-sikap: keras kepala/menentang, atau menyerah menjadi penurut yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.

Beberapa emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu sebagai berikut:
1) Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan: (1) mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yng terdapat dalam objek, (2) timbul rasa takut setelah mengenal adanya bahaya, dan (3) rasa takut bisa hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya.
2) Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya. Kecemasan ini muncul mungkin dari situasi-situasi yang dikhayalkan, berdasarkan dari pengalaman yang diperoleh, baik perlakuan orang tua, buku-buku bacaan/komik, radio atau film.
3) Marah, merupakan perasaan tidak senang, atau benci baik terhadap orang lain, diri sendiri, atau objek tertentu, yang diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar/ makian/ sumpah serapah) atau non verbal (seperti mencubit, memukul, menendang dan merusak). Perasaan marah ini merupakan reaksi terhadap situasi frustasi yang dialaminya, yaitu perasaan kecewa atau perasaan tidak senang karena adanya hambatan terhadap pemenuhan keinginannya.
4) Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang yang telah mencurahkan kasih sayang kepadanya.
5) Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif, nyaman, karena terpenuhi keinginannya. Kondisi yang melahirkan perasaan gembira pada anak, diantaranya terpenuhinya kebutuhan jasmaniah (makan dan minum), diperolehnya kasih sayang, ada kesempatan untuk bergerak (bermain secara leluasa), dan memiliki mainan yang disenanginya.
6) Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian, atau perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda.
7) Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya (takut abnormal). Perasaan ini muncul akibat orang tua yang suka menakut-nakuti anak, sebagai cara orang tua untuk menghukum, atau menghentikan perilaku anak yang tidak disenanginya.
8) Ingin tahu, yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu atau objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Perasaan ini ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anak.

Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi keberhasilan belajar anak. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan emosi anak yang sehat, guru-guru supaya memberikan bimbingan kepada mereka, agar mereka dapat mengembangkan hal-hal berikut:
1) Kemampuan untuk mengenal, menerima, dan berbicara tentang perasaan-perasaannya.
2) Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial.
3) Kemanpuan menyalurkan keinginannya tanpa menggangu perasaan orang lain.
4) Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.

d. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah, dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap yaitu sebagai berikut :
1) Masa 2,0-2,6 tahun yang bercirikan
a) Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
b) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan. Misalnya, anjing lebih besar dari kucing.
c) Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, di mana, dan dari mana.
d) Anak sudah banyak mengunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran.
1) Masa 2,6-6,0 tahun yang bercirikan
a) Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.
b) Tingkat berfikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu, sebab-akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa, dan bagaimana.
Untuk membantu perkembangan bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi maka orang tua dan guru seyogianya memfasilitasi, memberi kemudahan, atau peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya, berbagai peluang itu antara lain:
1) Bertutur kata yang baik dengan anak
2) Mau mendengarkan pembicaraan anak
3) Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkan)
4) Mengajak dialog dengan hal-hal sederhana
5) Di sekolah, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan keinginannya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi.

e. Perkembangan Sosial
Pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
1) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain.
2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
4) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya (peer group).

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarganya. Apabila di lingkungan keluarga tercipta suasana yang harmonis, saling memperhatikan, saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga, maka anak akan memiliki kemampuan atau penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang lain.
Untuk memfasilitasi perkembangan sosial anak, maka guru-guru hendaknya melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Membantu anak agar memahami alasan tentang diterapkannya aturan, seperti keharusan memelihara ketetiban di dalam kelas, dan larangan masuk atau keluar kelas saling mendahului.
2) Membantu anak untuk memahami, dan membiasakan mereka untuk memelihara persahabatan, kerja sama, saling membantu, dan saling menghargai dan menghormati.
3) Memberikan informasi kepada anak tentang adanya keragaman budaya, suku dan agama di masyarakat, dan perlunya saling menghormati diantara mereka.

f. Perkembangan Kepribadian
Masa ini lazim disebut masa Trotzalter, periode perlawanan atau masa krisis ini terjadi karena ada perubahan yang hebat dalam dirinya, yaitu dia mulai sadar akan aku-nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah dari lingkungan dan orang lain. Dengan kesadaran ini anak menemukan bahwa ada dua pihak yang berhadapan, yaitu (aku-nya) dan orang lain (orang tua, saudara, guru dan teman sebaya). Dia mulai menemukan bahwa tidak semua keinginannya dipenuhi orang lain. Pertentangan antara kemauan diri dan tuntutan lingkungannya, dapat mengakibatkan ketegangan dalam diri anak, sehingga tidak jarang anak meresponsnya dengan sikap membandel atau keras kepala. Bagi anak usia ini, sikap membandel itu merupakan suatu kewajaran, karena perkembangan pribadi mereka sedang bergerak dari sikap dependen ke indipenden.

Pada masa ini, berkembang kesadaran dan kemampuan untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab. Oleh karena itu, agar tidak berkembang sikap membandel, pihak orang tua perlu menghadapinya secara bijaksana, penuh kasih sayang, dan tidak bersikap keras. Meskipun mereka mulai menampakkan keinginan untuk bebas dari tuntutan orang tua, namun pada dasarnya mereka masih sangat membutuhkan perawatan, asuhan, bimbingan, dan curahan kasih sayang orang tua.

g. Perkembangan Moral
Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Anak akan belajar memahami tentang kegiatan atau prilaku mana yang baik/boleh/diterima disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. Berdasarkan pengalamannya itu, maka pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku.

Dalam rangka membimbing perkembangan moral anak prasekolah ini, sebaiknya orang tua atau guru-guru, melakukan upaya-upaya:
1) Memberikan contoh atau teladan yang baik, dalam berprilaku atau bertutur kata.
2) Menanamkan kedisiplinan kepada anak, dalam berbagai aspek kehidupan, seperti memelihara kebersihan atau kesehatan, dan tata karma atau budi pekerti luhur.
3) Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai moral kepada anak, baik melalui pemberian informasi, atau melalui cerita.

h. Perkembangan Kesadaran Beragama
Kesadaran beragama pada anak usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sikap keberagamaannya bersifat reprensif (menerima) meskipun banyak bertanya.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat antropormorph (dipersonifikasi).
3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ritual.
4) Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritis (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).

Pengetahuan anak tentang agama terus berkembang berkat: mendegarkan ucapan-ucapan orang tua, melihat sikap dan prilaku orang tua dalam mengamalkan ibadah, dan pengalaman dan meniru ucapan dan perbuatan orang tuanya.

Mengenai pentingnya menanamkan nilai-nilai agama kepada anak pada usia ini, Zakiyah Darajat (1970: 111) mengemukakan bahwa umur taman kanak-kanak adalah umur paling subur untuk menanamkan rasa agama kepada anak, umur penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama, melalui permainan dan perlakuan dari orang tua dan guru. Keyakinan kepercayaan guru taman kanak-kanak itu mewarnai pertumbuhan agama pada anak.

Rujukan:
1. Elizabert, Perkembangan Anak jilid I, Jakarta: P.T Erlangga, 1991, Hal 38.
2. Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: P.T Remaja Rosdakarya, 2004. Hal 162-178.
3. Kartono, kartini, Psikologi Anak, Bandung: P.T Mandar Maju, 1995. Hal 124.
4. Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: P.T Remaja Rosdakarya, 1992, Hal 13.


Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Hakikat Perkembangan Anak

Perkembangan dapat diartikan sebagai �perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati�. Pengertian lain dari perkembangan adalah �perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)�.

Yang dimaksud dengan sistematis, progresif, dan berkesinambugan itu adalah sebagai berikut:
a. Sistematis
Perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organisme (fisik dan psikis) dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Contoh: seperti kemampuan berjalan anak seiring dengan matangnya otot-otot kaki.
b. Progresif
Perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas) baik secara kualitatif (fisik) maupun kuantitatif (psikis). Contoh: perubahan proporsi dan ukuran fisik anak (dari pendek menjadi tinggi dan dari kecil menjadi besar).
c. Berkesinambungan
Perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat. Contoh: untuk dapat berjalan anak harus menguasai tahapan perkembangan sebelumnya, yaitu kemampuan duduk dan merangkak.

Perkembangan pada anak tidak berlangsung secara mekanis otomatis, sebab perkembangan tersebut sangat bergantung pada beberapa faktor secara simultan, yaitu:
a. Faktor hereditas (sejak lahir, bawaan)
b. Faktor lingkungan yang menguntungkan, atau merugikan
c. Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis, dan
d. Aktifitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan selektif, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri.

Perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju kedepan yang tidak dapat diulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diulangi. Perkembangan menunjukkan pada perubahan-perubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap dan maju.

Perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif. Ia dapat didefinisikan sebagai deretan progresif dari perubahan yang teratur dan kohern �Progresif� menandai bahwa perubahannya terarah, membimbing menuju maju dan bukan mundur. �Teratur� dan �Kohern� menunjukkan adanya hubungan nyata antara perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau yang akan mengikutinya.

Jadi perkembangan anak adalah perkembangan yang dialami oleh anak-anak secara continue, yang mana lama-kelamaan anak akan mengalami kemajuan. Menurut Ch. Buhler perkembangan anak pada masa kedua adalah usia 2-4 tahun yang mana keadaan dunia luar semakin dikuasai dan dikenalnya melalui bermain, kemajuan bahasa, dan pertumbuhan kemauannya. Dunia luar dilihat dan dinilainya menurut keadaan dan sifat batinnya. Semua binatang dan benda mati disamakan dirinya. Dan bila anak berusia 3 tahun ia akan mengalami krisis pertama.

Prinsip-Prinsip Perkembangan
a. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never ending process).
Manusia secara terus menerus berkembang atau berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang hidupnya. Perkembangan berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai mencapai kematangan atau masa tua.
b. Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi
Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, intelegensi maupun sosial, satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif di antara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
c. Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu
Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Contohnya, untuk dapat berjalan, seorang anak harus dapat berdiri dan berjalan terlebih dahulu yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya, yaitu berlari atau meloncat.
d. Perkembangan terjadi pada tempo yang belainan
Perkembangan fisik dan mental mencapai kematangannya terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda (ada yang cepat dan ada yang lambat). Umpamanya a) otak mencapai bentuk ukurannya yang sempurna pada umur 6-8 tahun; b) tangan, kaki, dan hidung mencapai perkembangan yang maksimum pada masa remaja; dan c) imajinasi kreatif berkembang mencapai puncaknya pada masa remaja.
e. Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas
Prinsip ini dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: a) Sampai usia dua tahun, anak memusatkan untuk mengenal lingkungannya, mengusai gerak-gerik fisik dan belajar berbicara, b) pada usia tiga tahun sampai enam tahun, perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia sosial (belajar bergaul dengan orang lain).
f. Setiap individu yang normal akan mengalami tahap atau fase perkembangan
Prinsip ini berarti bahwa dalam menjalani hidupnya yang normal dan berusia panjang setiap individu akan mengalami fase perkembangan: bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa, dan masa tua.

Rujukan:
1. Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: P.T Remaja Rosdakarya, 2004. Hal 15-17.
2. Kartono, kartini, Psikologi Anak, Bandung: P.T Mandar Maju, 1995. Hal 124.
3. Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: P.T Remaja Rosdakarya, 1992, Hal 13.
4. Elizabert, Perkembangan Anak Jilid I, Jakarta: P.T Erlangga, 1991, Hal 23.


Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com
www.arminaperdana.blogspot.com,

Kegiatan Pembelajaran Dalam Kelompok Bermain

Kelompok bermain merupakan salah satu bentuk program pendidikan prasekolah pada jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan bagi anak-anak dini usia. Program pendidikan pada jalur ini dilaksanakan sebagai upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

1. Tujuan Pembelajaran Kelompok Bermain
Tujuan pembelajaran di kelompok bermain tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional itu sendiri yakni: Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sedangkan tujuan pendidikan Prasekolah itu sendiri adalah:
Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Tujuan pembelajaran kelompok bermain menurut Dinas pendidikan dan kebudayaan dibagi menjadi dua yaitu:
1). Tujuan Umum:
Yaitu mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya termasuk siap mengikuti pendidikan dasar.

2). Tujuan Khusus:
Secara khusus kegiatan pendidikan di kelompok bermain bertujuan agar:
a) Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan tuhan dan mencintai sesama.
b) Anak mampu mengelola ketrampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan kasar serta menerima rangsangan sensorik (pancaindera).
c) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bemanfaat untuk berfikir dan belajar.
d) Anak mampu berfikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
e) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya. Serta mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar, kontrol diri, dan rasa memiliki.
f) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, berbagai bunyi, bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya yang kreatif.

2. Materi Kegiatan Pembelajaran Kelompok Bermain.
Materi pelajaran yang dijadikan bahan belajar di kelompok bermain harus valid, signifikan, dan bermakna atau sesuai tahap perkembangan intelektual anak. Seorang pamong belajar hendaknya selalu mengaitkan kegiatan dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan anak dengan melaksanakannya melalui kegiatan bermain. Jadi pekerjaan bertumpu pada perhatian anak, bukan dari isi programnya saja. Disamping itu materi pembelajaran harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan, minat dan kemampuan anak yang bersangkutan. Untuk itu kegiatan pengembangan yang dilaksanakan hendaknya bersifat integratif.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa materi atau bahan pelajaran proses belajar mengajar yang baik untuk pendidikan prasekolah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Bahan atau topik kegiatan antara satu dengan yang lain (bahan dari bidang pengembangan berkaitan satu dengan yang lain) atau diberikan secara utuh dan terpadu (integratif)
2) Materi yang diberikan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual anak
3) Kegiatan yang diberikan dikaitkan dengan kebutuhan, minat, kemampuan anak dan ciri setiap anak
4) Topik kegiatan diberikan bukan dari materi program saja, tetapi bertumpu pada perhatian anak

3. Metode Pembelajaran di Kelompok Bermain
Metode pengajaran ialah cara penyampaian bahan pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, metode pengajaran adalah suatu cara yang dipilih dan dilakukan guru ketika beriteraksi dengan anak didiknya dalam upaya memyampaikan bahan pengajaran tertentu. Agar bahan pengajaran tersebut mudah dicerna, sesuai tujuan pembelajaran yang ditargetkan.

Berbagai macam metode pengajaran itu antara lain metode ceramah, Tanya jawab, demonstrasi, driil/latihan, pemberian tugas, kerja kelompok, eksperimen, sosiodrama, karyawisata dan lain-lain.

Untuk kegiatan belajar mengajar di kelompok bermain hanya sejumlah metode tertentu saja yang mungkin dapat diterapakan menginggat usia anak yang masih dini. Metode pengajaranpun harus dilandasi oleh prinsip �bermain sambil belajar� atau belajar sambil bermain�. Oleh karenanya, penerapan metode-metode tersebut perlu disertai dengan kiat-kiat khusus berdasarkan pengalaman dan pengamatan guru yang bersangkutan. Salah satu kemungkinannya adalah dengan cara memadukan sejumlah metode dalam satu kali pertemuan atau divariasi dengan pendekatan tersendiri yaitu bermain, bercerita dan bernyanyi.

Sedangkan menurut Abdullah Nasih Ulwan dalam Al-Qur,an dan Hadits dapat ditemukan berbagai metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak, metode-metode tersebut antara lain :
1) Pendidikan dengan keteladanan
Metode keteladanan merupakan bagian dari sejumlah metode paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual dan sosial. Sebab pendidik adalah contoh paling ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak. Jika seoarang pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, pemberani, dan tidak berbuat maksiat, maka kemungkinan besar anak didiknya akan tumbuh dengan sifat-sifat mulia itu juga.

Allah mengutus Nabi Muhamad Saw, untuk menjadi panutan yang baik bagi umat Islam sepanjang sejarah, dan bagi seluruh umat manusia, disetiap masa dan tempat. Beliau bagaikan lampu terang dan penunjuk jalan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur�an:
Artinya: �Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu�� (Al-Ahzab: 21)

2) Pendidikan adat kebiasaan
Metode adat kebiasaan dapat digunakan dalam mengembangkan keberagamaan anak. Diantara masalah-masalah yang diakui dan ditetapkan dalam syariat Islam adalah, bahwa pada awal penciptaannya seseorang anak itu dalam keadaan suci sebagaimana sabda Nabi Saw:
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a: Rasulullah Saw. Bersabda : �Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci. Oleh karena itu, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani ataupun Majusi�.

Seorang anak yang memperoleh pendidikan yang baik dan mempunyai orang tua dan guru-guru yang saleh, hidup dilingkungan dan teman-teman yang saleh serta beriman pada Allah maka kemungkinan besar ia akan terdidik, beriman dan bertakwa, serta akan terbiasa bertatakrama, bermoral baik dan akan mempunyai kebiasaan yang mulia dalam hidupnya.

3) Pendidikan dengan nasehat
Metode nasehat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak tentang segala hakekat, menghiasinya dengan moral yang baik, dan mengajarinya tentang prinsip-prinsip Islam. Maka tidak heran jika kita mendapati Al-Qur�an mengunakan metode ini dan berbicara kepada jiwa dengan nasehat.

Berikut ini sebagai contoh pengunaan metode nasehat. Allah berfirman dalam surat Luqman:
Artinya: �Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Al-Luqman: 13).

4. Sarana dan Alat Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan baik dan efektif jika didukung oleh sarana dan sumber belajar yang memadai. Dengan adanya sarana dan sumber belajar yang memadai akan memberi kemudahan bagi guru untuk menerapkan metode pengajaran yang diprogramkan. Selain itu anak merasa senang dan akan terkondisikan dengan baik.
Sarana yng diperlukan di kelompok bermain terdiri dari sarana belajar dan sarana bermain, termasuk alat permainan yang sesuai dan mendukung keberhasilan pengajaran.
1) Sarana belajar
Yang dimaksud dengan sarana belajar adalah segala benda atau alat pendukung yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar agar kegiatan tersebut berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien. Wujudnya adalah berupa buku-buku, alat peraga, perangkat elektronik dan lain-lain.

2) Sarana bermain dan alat permainan
Sarana bermain dan alat permainan adalah merupakan bagian tak terpisahkan dari sarana belajar di kelompok bermain. Hal ini mengacu pada pertimbangan psikologi bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Dengan kata lain bahwa bermain adalah kebutuhan alami bagi anak-anak. Berpatokan pada prinsip �bermain sambil belajar� atau �belajar seraya bermain�, hal ini menunjukkan bahwa pengadaan sarana bermain berikut alat-alat permainannya hendaklah dilandasi dengan pertimbangan bahwa sarana dan alat permainan tersebut dapat difungsikan sebagai media pendidikan dan media pengajaran.

5. Evaluasi dalam Pembelajaran di Kelompok Bermain
Evaluasi atau penilaian ialah suatu upaya yang dilakukan dalam rangka memperoleh data tentang perkembangan, perubahan dan kemajuan anak didik melalui proses belajar mengajar yang mereka lakukan. Evaluasi ini dilakukan oleh guru secara berkesinambungan dengan mengunakan cara-cara yang efektif dan efisien.

Ruang lingkup evaluasi bersifat menyeluruh yaitu meliputi semua aspek pendidikan. Aspek pendidikan yang dimaksud adalah aspek pengetahuan (kognitif), aspek sikap dan prilaku (afektif) dan aspek ketrampilan (psikomotor).

Pada anak usia dini evaluasi tidak bisa dilakukan hanya sekali saja sebab anak yang ditanya sesuatu dan tidak bisa menjawab pada waktu itu belum tentu atau tidak bisa dijadikan ukuran kalau anak tersebut tidak bisa.

Dalam kelompok bermain evaluasi atau penilaian dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui pengamatan dan pencatatan anekdot. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan sikap anak yang dilakukan dengan mengamati tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus, sedangkan pencatatan anekdot merupakan sekumpulan catatan tentang sikap dan prilaku anak dalam situasi tertentu.

Berbagai alat penilaian yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran perkembangan kemampuan dan prilaku anak, antara lain:
1) Portofolio yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil kerja anak yang dapat menggambarkan sejauh mana ketrampilan anak berkembang.
2) Unjuk kerja (performance) merupakan penilaian yang menuntut anak untuk melakukan tugas dalam perbuatan yang diamati, misalnya praktek menyanyi, olah raga dan memperagakan sesuatu.
3) Penugasan (project) merupakan tugas yang harus dikerjakan anak yang memerlukan waktu relatif lama dalam pengerjaannya. Misalnya melakukan percobaan menanam biji.
4) Hasil karya (product) merupakan hasil kerja anak setelah melakukan suatu kegiatan.


Rujukan:
1. UU RI No. 20 Th. 2003. Op. Cit, Hal 4.
2. Syamsudin MZ, Panduan Kurikulum Dan Pengajaran TamanKanak-Kanak Al-Qur�an, Surabaya: LPPTKA BKPAMI Pusat, 2004, Hal 57-69.
3. Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam Jilid 2, Jakarta: Pustaka Amani, 1999, hal 141.


Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Hakikat Kelompok Bermain (Play Group)

Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar perkembangan fisik, bahasa, sosial-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama, sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.

Layanan pendidikan bagi anak usia dini merupakan bagian dari pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional yaitu: "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab."

Sedangkan pendidikan anak usia dini menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14 adalah:
Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Salah satu bentuk program pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang ada di masyarakat adalah kelompok bermain. Kelompok bermain adalah salah satu bentuk program pendidikan prasekolah pada jalur pendidikan luar sekolah yang bertujuan untuk meletakkan dasar kearah perkembangan, sikap, pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.

Untuk itulah kelompok bermain haruslah menjadi salah satu alternatif lembaga pendidikan nonformal yang bisa menunjang perkembangan dan pertumbuhan anak usia dini untuk masa depannya.

Pada dasarnya aktifitas yang dilakukan dikelompok bermain diwarnai dengan kegiatan bermain. Oleh karena itu, bermain merupakan suatu hal yang serius, bahkan sangat serius sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli psikologi perkembangan anak, Spock, Rothenberg atau Burner. Sebab bermain dinilai sebagai suatu cara bagi anak-anak untuk meniru prilaku orang dewasa dan berusaha untuk menguasainya agar mencapai kematangan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok bermain mempunyai pengertian wadah anak-anak usia dini atau prasekolah melakukan kegiatan bermain dengan tujuan mengarahkan, membimbing dan mengembangkan kepribadian, kecerdasan, bakat, kemampuan, prestasi, dan minat serta ketrampilan mereka bersama pembimbing belajarnya dengan tujuan untuk diarahkan pada pemahaman terhadap sesuatu yang ingin dimengerti oleh anak.

Oleh karena itu, bermain merupakan suatu fenomena yang sangat menarik bagi pendidik, para ahli psikologi dan filasat serta masih banyak lagi sejak beberapa dekade yang lalu. Mereka tertantang untuk lebih memahami arti bermain dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Bermain benar-benar merupakan pengertian yang sulit dipahami karena muncul dalam beraneka ragam bentuk. Bermain itu sendiri bukan hanya tampak pada tingkah laku anak tetapi juga pada orang usia dewasa.

Berbagai Bentuk Bermain
Melalui kegiatan bermain yang dilakukan anak, guru akan mendapat gambaran tentang tahap perkembangan dan kemampuan umum yang dimiliki anak. Bentuk-bentuk bermain tersebut antara lain: bermain sosial, bermain dengan benda, dan bermain sosio dramatis.
a. Bermain Sosial
Peran guru adalah mengamati cara bermain yang dilakukan anak. karena, dalam hal ini guru akan mendapat pesan bahwa dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya masing-masing setiap anak menunjukkan derajat partisipasi yang berbeda-beda. Diantaranya partisipasi anak dalam bermain dapat bersifat soliter (bermain seorang diri), bermain sebagai penonton, bermain pararel, bermain asosiatif, dan bermain kooperatif.

b. Bermain dengan benda
Bermain dengan benda seperti yang dikemukakan Piaget (1962) bahwa ada beberapa tipe bermain dengan mengunakan obyek (benda) yaitu: 1) bermain praktis, dimana pelakunya melakukan berbagai kemungkinan mengeksplorasi objek yang dipergunakan, 2) Bermain Simbolik, dimana pelaku mengunakan suatu benda untuk bermain namun benda tersebut sebagai ibarat atau simbolitas saja, 3) Bermain dengan peraturan-peraturan, dimana pelaku menggunakan benda sebagai aturan dalam suatu permainan.

c. Bermain Sosio-Dramatik
Bermain sosio-Dramatik ini memiliki arti bahwa pelaku seolah-olah atau berpura-pura sebagai aktor dalam permainan itu. Bermain sosio-dramatik memiliki beberapa elemen:
1) Bermain dengan melakukan imitasi. Anak bermain pura-pura dengan melakukan peran orang yang ada disekitar mereka, dengan menirukan tingkah laku dan pembicaraannya.
2) Bermain pura-pura seperti suatu obyek. Anak melakukan gerakan dan menirukan suara yang sesuai dengan obyeknya. Misalnya: anak pura-pura menjadi mobil sambil lari dan menirukan suara mobil.
3) Bermain peran dengan menirukan gerakan. Misalnya: bermain menirukan pembicaraan antara guru dan murid atau orang tua dengan anak.
4) Persisten. Anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun sedikitnya selama 10 menit.
5) Interaksi. Paling sedikit ada dua orang dalam satu adegan yang saling berkomunikasi.
6) Komunikasi verbal. Pada setiap adegan ada interaksi verbal antar anak yang bermain.
Bermain sosio-dramatik sangat penting dalam mengembangkan kreativitas, pertumbuhan, intelektual dan ketrampilan sosial.

Sedangkan menurut Abu Ahmadi (1977) terdapat beberapa macam permainan anak, yaitu sebagai berikut:
a. Permainan Fungsi (permainan gerak), seperti melompat-lompat, naik turun dan turun tangga, berlari-larian, bermain tali, dan bermain bola.
b. Permainan fisik, seperti menjadikan kursi sebagai kuda, main sekolah-sekolahan, dagang-dagangan, perang-perangan, dan masak-masakan.
c. Permainan reseptif atau apresiatif, seperti mendegarkan cerita atau dongeng, melihat orang melukis.
d. Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat, membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari kertas, membuat gerobak dari kulit jeruk, membuat bangunan rumah-rumahan dari potongan-potongan kayu (plastik) dan membuat senjata dari pelepah pisang.
e. Permaianan prestasi, seperti sepak bola, bola voli, tennis meja dan bola basket.5


Rujukan:
1. UU SISDIKNAS No.20 Th. 2003.
2. Anggani Sudono, Pedoman Pendidikan Prasekolah, Jakarta: P.T Gramedia Widiasarana Indonesia, 1991, Hal 43.
3. Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, Hal 102-103.
4. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: P.T Remaja Rosdakarya, 2004. Hal 172.



Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Peranan Bermain Bagi Perkembangan anak

Bermain dapat menumbuhkan daya kreatifitas anak dalam perkembangan dan pertumbuhannya, sehingga anak mendapatkan apa yang menjadi kebahagiaan dalam hidupnya dimasa kecil. Kebanyakan bagi orang dewasa dan anak, permainan merupakan alat pengekspresi jiwa yang paling efisien dan tinggi nilainya. Karena didalam permainan tersebut terdapat dimensi: "Pengembangan segenap kemampuan di tangan iklim kebebasan".

Frobel berpendapat, bahwa permainan bisa memberikan pada anak kesempatan untuk memuaskan dorongan dan melaksanakan/ merealisasikan fantasinya. Oleh karena itu Frobel mementingkan unsur-unsur fantasi, kegembiraan dan kebebasan, untuk waktu �sekarang� di dalam setiap permainan.

Secara psikologi dan pedagogis, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak, diantaranya:
a. Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga, atau berkatarsis (peredaan ketegangan).
b. Anak dapat mengembangkan sikap percaya diri, tanggung jawab, dan kooperatif (mau bekerja sama).
c. Anak dapat mengembangkan daya fantasi, atau kreativitas (terutama permainan fisik dan konsrtruksi).
d. Anak dapat mengenal aturan, atau norma yang berlaku dalam kelompok serta belajar untuk mentaatinya.
e. Anak dapat memahami bahwa baik dirinya maupun orang lain, sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan.
f. Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa, atau toleran terhadap orang lain.

Dengan demikian peranan bermain bagi perkembangan anak adalah sangat besar. Hal ini bisa dilihat dari penjelasan di atas. Diantaranya yaitu:
1). Permainan itu merupakan sarana penting untuk mensosialisasikan anak, yaitu sarana untuk mengenalkan anak menjadi anggota dari suatu masyarakat dan agar anak bisa mengenal dan menghargai masyarakat. Dalam suasana-permainan itu akan tumbuh rasa kerukunan yang sangat besar artinya bagi pembentukan sosial sebagai manusia budaya.

2). Dengan permainan dan situasi bermain itu anak bisa mengukur kemampuan dan potensi sendiri. Ia belajar menguasai macam-macam benda, juga belajar memahami sifat-sifat dari benda dan peristiwa yang berlangsung dalam lingkungannya.

3). Dalam permainan anak bisa menampilkan fantasi, bakat-bakat dan kecenderungannya. Anak laki-laki bermain dengan mobil-mobilan dan perempuan bermain dengan boneka. Jika kita memberikan kertas dan gunting pada sekelompok anak masing-masing akan menghasilkan karya yang berbeda-beda.

4). Ditengah permainan itu anak menghayati macam-macam emosi. Anak merasakan kegairahan dan kegembiraan dan tidak secara khusus mengharapkan prestasi-prestasi. Dengan demikian permainan mempunyai nilai yang sama besarnya dengan nilai seni bagi orang dewasa.

5). Permainan menjadi alat pendidikan, karena permainan bisa memberikan rasa kepuasan, kegembiraan dan kebahagiaan pada diri anak.

6). Permainan itu memberikan kesempatan pra-latihan untuk mengenal aturan-aturan permainan, mematuhi norma-norma dan larangan.

7). Dalam bermain anak belajar mengunakan semua fungsi kejiwaan dan fungsi jasmaniah dengan suasana hati kesungguhan. Hal ini penting guna memupuk sikap serius, bersungguh-sungguh dan pada usia dewasa untuk menguasai setiap kesulitan hidup.

Ketujuh perkembangan yang didapatkan anak dalam bermain, menunjukkan betapa perlunya dan pentingnya orang tua dalam memberikan kebebasan pada anak dalam bermain.


Rujukan:
1. Kartini Kartono, Psikologi Anak, Bandung: P.T Mandar Maju, 1995, hal 124.
2. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: P.T Remaja Rosdakarya, 2004. Hal 172.
3. Kartini Kartono, Psikologi Anak, Bandung: P.T Mandar Maju, 1995. Hal 126


Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com