Tampilkan postingan dengan label Manajemen Pembelajaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manajemen Pembelajaran. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 April 2011

Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Pembelajaran

Ionstruktivisme memberi implikasi tertentu dalam proses pembelajaran. Di sini penulis akan uraikan beberapa implikasi aliran ini terhadap proses belajar mengajar.
a. Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Belajar
1) Makna Belajar
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksikan arti sebuah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:
a) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
b) Konstruksi arti adalah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.
c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri (Fosnot, 1996), suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
e) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungan.
f) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui pelajar konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari (Paul Suparno 2001:61).

2) Peran Pelajar
Bagi kaum konstrutivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Pelajar mencari arti sendiri apa yang mereka pelajari. Pelajar sendirilah yang bertanggungjawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pengertiannya yang lama dalam situasi belajar yang baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah ia ketahui serta menyelesaikan ketegangan antara apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalam pengalaman yang baru (Paul Suparno, 2001:62).

Belajar merupakan proses organik untuk menemukan sesuatu bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Belajar itu suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka. Pengertian yang berbeda. Pelajar harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dan lain-lain untuk membentuk konstruksi yang baru. Pelajar harus membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membentuk sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Menurut Fosnot (1989) dalam Paul Suparno (2001:62) belajar berarti terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan dalam proses selalu memperbaiki tingkat pemikiran yang tidak lengkap.

b. Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Mengajar
1). Makna Mengajar
Bagi kaum konstruktivis menurut Bettencourt (1989) dalam Paul Suparno(2001:65) mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
2). Fungsi dan Peran Pelajar
Pengajar sebagai mediator dan fasilitator, menurut prinsip konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik. Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun guru yang mengajar. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:
a) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian. Oleh karena itu jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
b) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keigintahuan murid dan membantu mereka mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik.
c) Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran murid jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan murid itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan murid (Paul Suparno, 2001:66).

Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar yaitu:
a) Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan
b) Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga sungguh terlibat.
c) Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah pelajar.
d) Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.
e) Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir bedasarkan pengandaian yang tidak diterima guru (Paul Suparno, 2001: 66).



Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Ciri dan Jenis Pembelajaran Konstruktivistik

Brook dan Brooks (1993) memberikan ciri-ciri guru yang telah mengajar konstruktivistik. Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a. Guru adalah salah satu dari berbagai macam sumber belajar, bukan satu-satunya sumber belajar.
b. Guru membawa siswa masuk ke dalam pengalaman-pengalaman yang menentang konsepsi pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka.
c. Guru membiarkan siswa berpikir setelah mereka disuguhi beragam pertanyaan-pertanyaan guru.
d. Guru menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi satu sama lain.
e. Guru menggunakan istilah-istilah kognitif seperti: klasifikasikan, analisis, dan ciptakanlah ketika merancang tugas-tugas.
f. Guru membiarkan siswa bekerja secara otonom dan bersifat inisiatif sendiri.
g. Guru menggunakan data mentah dan sumber primer bersama-sama dengan bahan-bahan pelajaran yang dimanipulasi.
h. Guru tidak memisahkan antara tahap mengetahui dan proses menemukan.
i. Guru mengusahakan agar siswa dapat mengkomunikasikan pemahaman mereka karena dengan begitu mereka benar-benar sudah belajar (Nurhadi, 2004: 40).

Sedangkan ciri-ciri siswa dengan pendekatan konstruktivime adalah siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Guru membantu proses pembangunan pengetahuan agar siswa dapat memahami informasi dengan cepat. Disamping itu, guru menyadarkan kepada siswa bahwa mereka dapat membangun makna. Siswa berupaya memperoleh pemahaman yang tinggi dan guru membimbingnya. Adapun misi utama pendekatan konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan kembali dan melakukan transformasi informasi yang diperolehnya sebagai pengetahuan yang baru (Siti Annijat, 2003).

Macam-macam Konstruktivisme
Von Glaserfeld dalam Paul Suparno (2001:26-27) membedakan adanya tiga taraf konstruktivisme, yaitu: (a) konstruktivisme radikal, (b) realisme hipotesis, (c) konstruktivisme yang biasa. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Konstruktivisme Radikal
Kaum konstruktivis radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Bagi konstruktivis radikal, pengetahuan tidak merefleksikan suatu kenyataan ontologis obyektif, tetapi merupakan suatu pengaturan dan organisasi dari suatu dunia yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Sedangkan yang termasuk konstruktivis radikal adalah Jean Piaget.

Konstruktivisme radikal berpegang bahwa kita hanya dapat mengetahui apa yang dibentuk/ dikonstruksikan oleh pikiran kita. Bentukan itu harus �jalan� dan tidak harus selalu merupakan representasi dunia nyata. Dalam pandangan ini, menurut Nurhadi (2004:36) pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru.

Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, maka tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif. Penerima sendiri yang mengkonstruksikan pengetahuan itu. Semua yang lain, entah obyek maupun lingkungan, hanyalah sarana untuk terjadinya konstruksi tersebut.

Dalam pandangan konstruktivisme radikal ini sebenarnya tidak ada konstruksi sosial, dimana pengetahuan dikonstruksikan bersama, karena masing-masing orang harus menyimpulkan dan menangkap makna sendiri makna terakhir. Pandangan orang lain adalah bukan untuk dikonstruksikan dan diorganisasikan dalam pengetahuan yang sudah dipunyai orang itu sendiri.

Konstruktivisme ini tidak pernah mengklaim objektivitas. Menurut mereka, kita tidak dapat melihat dunia pengalaman kita dari luar. Kita membentuknya dari dalam dan hidup dengannya lama sebelum kita mulai bertanya dari mana dan apa itu sebenarnya.
b. Realisme hipotesis
Menurut relisme hipotesis, pengetahuan (ilmiah) kita dipandang sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang sejati, yang dekat dengan realitas. Menurut Munevar (1981) dalam Bettencourt (1989) bahwa pengetahuan kita mempunyai relasi dengan kenyataan tetapi tidak sempurna.
c. Konstruktivisme yang biasa
Dalam aliran konstruksi yang biasa ini tidak mengambil semua konsekuensi konstruktivisme. Menurut aliran ini, pengetahuan kita merupakan gambaran dari realitas itu. Pengetahuan kita dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu obyek dalam dirinya sendiri.



Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Konsep Pembelajaran Konstruktivistik

Dalam pandangan konstruktivistik, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengelaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalui diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan didalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda (Nurhadi, 2004: 36).

Menurut Von Glaserveld, pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat berarti dua macam. Pertama bila kita berbicara tentang diri kita sendiri, lingkungan menunjuk pada keseluruhan obyek dan semua relasinya yang kita abstraksikan dari pengalaman. Kedua, bila kita memfokuskan diri pada suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk pada sekelilingnya merupakan lingkup pengalaman kita sendiri, bukan dunia obyektif yang lepas dari pengamat. Struktur tersebut membentuk pengetahuan bila dihadapkan dengan pengalaman (Paul Suparno, 2001: 19)
Lusiana (1997) dalam Siti Annijat menyatakan bahwa pandangan konstruktivisme pada hakikatnya, manusia itu menjadi pembangun makna (meaning maker) terhadap pengalaman yang disajikan oleh lingkungan fisik dan sosial, baik yang hadir secara sengaja. Pemberian makna tersebut berlangsung melalui proses asimilasi dan akomodasi proses ini tidak lepas dari struktur yang telah dimiliki oleh pembelajar pada saat peristiwa balajar itu berlangsung. Jadi, dalam konstruktivisme proses belajar adalah pemberian makna oleh pembelajar terhadap pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya (2003: 54).

Cukup lama diterima bahwa pengetahuan harus merupakan representasi (gambaran atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme). Pengetahuan dianggap sebagai kumpulan fakta. Namun akhir-akhir ini, terlebih dalam bidang sains, diterima bahwa pengetahuan tidak lepas dari subyek yang sedang belajar mengerti. Pengetahuan lebih dianggap sebagai suatu proses pembetukan (konstruksi) yang terus menerus, terus berkembang dan berubah. Konsep-konsep yang dulu dianggap sudah tetap dan kuat, seperti hukum Newton dalam ilmu fisika, ternyata harus diubah karena tidak dapat lagi memberikan penjelasan yang memadai. Menurut Piaget (1970;1971), sejarah revolusi sains menunjukkan perubahan konsep-konsep pengetahuan yang penting (Paul Suparno 2001: 18).

Pada dasarnya konstruktivisme menurut Von Glaserfeld (dalam Bettencourt 1989 dan Matthews, 1994) yang dikutip oleh Paul Suparno (2001: 18) merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan yang dimaksud di atas bukan suatu tiruan dari kenyataan (realitas), bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.

Yang sangat penting dalam teori konstruktivisme yang berhubungan dengan proses belajar mengajar bahwa dalam proses belajar siswalah yang yang harus mendapatkan tekanan. Mereka yang harus bertanggungjawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa aktif ini dalam dunia pendidikan, terlebih di Indonesia, kiranya sangat penting dan perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena mereka berpikir dan bukan meniru saja (Paul Suparno, 2001:81).

Dalam proses belajar mengajar selama ini strategi pembelajaran di kelas didominasi oleh paham strukturalisme/ objektivisme/ behaviorisme yang bertujuan siswa mengingat informasi yang faktual. Buku teks yang dirancang, siswa membaca atau diberi informasi, lalu terjadi proses memorisasi. Tujuan-tujuan pembelajaran dirumuskan sejelas mungkin untuk keperluan merekam informasi. Pembelajaran dilaksanakan dengan mengikuti urutan kurikulum secara ketat. Aktivitas belajar mengikuti buku teks, tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan. Dan, seseorang dikatakan telah belajar apabila ia mampu mengungkapkan kembali apa yang telah ia pelajari.

Sedangkan menurut paham ini (konstruktivisme), manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba memberi arti pada pengetahuan sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan itu rekaan dan tidak stabil. Oleh karena itu pengetahuan adalah konstruksi manusia dan secara konstan manusia mengalami pengalaman-pengalaman baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil. Oleh karena itu, pemahaman yang kita peroleh senantiasa bersifat tentatif dan tidak lengkap. Pemahaman kita akan semakin mendalam dan kuat jika diuji melalui pengalaman-pengalaman baru.

Konsep Pendidikan Konstruktivistik
Bagian yang paling penting dalam pendidikan formal di sekolah adalah membantu peserta didik untuk mengetahui sesuatu, terutama pengetahuan. Secara sederhana bagaimana membantu anak didik untuk menguasai bahan pelajaran. Hal yang membicarakan tentang pengetahuan sering disebut epistemologi (Paul Suparno, 2001:15).

a. Dunia alam dan ilmu pengetahuan
Popper (1973) seperti yang disampaikan oleh Paul Suparno (2001:17) membedakan tiga pengertian tentang alam semesta, yaitu:
1) Dunia fisik atau keadaan fisik
2) Dunia kesadaran atau mental atau disposisi tingkah laku
3) Dunia dari isi objektif pemikiran manusia, khususnya pemikiran ilmiah, puitis dan seni.
Menurut Driver dan Bell, ilmu pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum atau daftar fakta. Ilmu pengetahuan, terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas (Paul Suparno, 2001:17).

b. Hakikat pengetahuan
Cukup lama diterima bahwa pengetahuan harus merupakan representasi dari kenyataan dunia yang terlepas dari objektivitas. Pengetahuan dianggap sebagai kumpulan fakta. Namun akhir-akhir ini terutama dalam bidang sains, diterima bahwa pengetahuan tidak lepas dari subyek yang sedang belajar mengerti. Pengetahuan lebih dianggap sebagai suatu proses pembentukan konstruksi yang terus menerus, terus berkembang dan terus berubah. Konsep-konsep yang dulu dianggap sudah tetap dan kuat harus diubah karena sudah tidak dapat lagi memberikan penjelasan yang memadai.

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) diri kita sendiri (Paul Suparno, 2001: 18). Ia menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.

Para konstruktivis menegaskan bahwa satu-satunya alat atau sarana yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah indranya. Seseorang berinteraksi dengan obyek lingkungan dengan melihat, mendengar, menjamah, mencium dan merasakannya. Dari sentuhan inderawi itu seseorang membangun gambaran dunianya. Misalnya, dengan mengamati air, bermain air, dan menimbang air, seseorang membangun gambaran pengetahuan tentang air. Para konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak guru kepada orang lain (murid). Murid sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka (Paul Suparno, 2001: 19).

Tampak bahwa pengetahuan lebih menunjuk pada pengalaman seseorang akan dunia itu sendiri. Tanpa pengalaman itu, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman tidak harus diartikan sebagai pengalaman kognitif mental.

Pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan dapat berarti dua macam. Pertama, bila seseorang berbicara tentang dirinya sendiri, lingkungan itu menunjuk pada keseluruhan obyek dan semua relasinya yang kita abstraksikan dari pengalaman. Kedua, bila kita memfokuskan diri pada suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk pada sekeliling hal itu yang telah diisolasikan. Dalam hal ini, baik hal itu maupun sekelilingnya merupakan lingkungan pengalaman kita sendiri, bukan dunia obyektif yang lepas dari pengamat.

Struktur konsepsi tersebut membentuk pengetahuan bila struktur itu dapat digunakan dalam mengahadapi pengalaman-pengalaman mereka ataupun dalam mengahadapi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan konsepsi tersebut (Von Glaserfeld dalam Matthews, 1994, dikutip oleh Paul Suparno, 2001:19).Bila konsep ataupun abstraksi seseorang terhadap sesuatu dapat menjelaskan macam-macam persoalan yang berkaitan, maka konsep itu membentuk pengetahuan seseorang akan hal itu.

Para konstruktivis beranggapan pengetahuan bukanlah tertentu yang deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Mereka juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah konstruksi kita sendiri, maka mereka menolak kemungkinan transfer pengetahuan karena setiap orang membangun pengetahuan pada dirinya.

Secara ringkas gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut:
1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek
2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan, bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang (Glaserfeld dan Kichener dalam Paul Suparno, 2001)

c. Realitas dan Kebenaran
Pengetahuan kita bukanlah realitas dalam arti umum. Konstruktivisme menyatakan bahwa kita tidak pernah dapat mengerti realitas yang sesungguhnya secara ontologis. Yang kita mengerti adalah struktur konstruksi kita akan sesuatu objek. Menurut Bettencourt (1989), memang konstruktivisme tidak bertujuan mengerti realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana kita menjadi tahu akan sesuatu. Boleh juga dikatakan bahwa �realitas� bagi konstruktivisme tidak pernah ada secara terpisah dari pengamat (Paul Suparno, 2001: 21).

Bagi kaum konstruktivis, kebenaran diletakkan pada viabilitas, yaitu kemampuan suatu konsep atau pengetahuan dalam beroperasi. Artinya, pengetahuan yang kita konstruksikan itu dapat digunakan dalam menghadapi macam-macam fenomena dan persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut (Paul Suparno, 2001:22).



Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Kamis, 31 Maret 2011

Perencanaan dan Pengelolaan Pembelajaran

a. Perencanaan Pembelajaran
Salah satu fungi manajemen adalah perencanaan. Program kegiatan apapun perlu direncanakan dengan baik, sehingga semua kegiatan terarah bagi tercapainya tujuan. Perencanaan harus dibuat dengan sebaik-baiknya. Perencanaan merupakan pedoman kerja bagi para pelaksana terkait, baik manajer dalam hal ini adalah kepala sekolah maupun staf dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing.

Selain itu menurut Bafadhal (2003: 42), rencana juga merupakan acuan dalam upaya untuk mengendalikan kegiatan lembaga, sehingga tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena begitu pentingnya perencanaan tersebut maka seorang manajer harus memiliki kemampuan merencanakan program. sedangkan Terry (1993:17) menyatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan pekerjaan yang harus dilakukan oleh kelompok untuk mendapai tujuan yang ditetapkan. Nana Sudjana (2000: 61) mengatakan bahwa perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang.

Sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh para guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik agar memiliki pengalaman belajar. (Jones et. al dalam Mulyani Sumantri, 1988: 95).

Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses menyusun materi pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:
5) Perencanaan pembelajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pembelajaran.
6) Perencanaan pembelajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang sistemik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistem perencanaan itu.
7) Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasi terhadap strategi tersebut.
8) Perencanaan pembelajaran sebagai sains (sciences) adalah mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala tingkatan kompleksitasnya.
9) Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan pembelajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas.
10) Perencanaan pengajaran sebagai sebuah realitas adalah ide pengajaran dikembangkan dengan memberikan hubungan dari waktu ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik. (Madjid, 2005: 17-18).

Dalam hal ini penulis mengambil pendapat bahwa perencanaan merupakan sebuah proses. Menurut Bafadhal (2003: 43) sebagai sebuah proses, ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam membuat perencanaan, yaitu:
1) Memperkirakan masa depan
2) Menganalisis kondisi lembaga
3) Merumuskan tujuan secara operasional
4) Mengumpulkan data atau informasi
5) Merumuskan dan menetapkan alternatif program
6) Menetapkan perkiraan pelaksanaan program
7) Menyusun jadwal pelaksanaan program.

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa: (1) keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan sangat ditentukan baik buruknya perencanaan; (2) perencanaan harus mampu memprediksi kegiatan di masa yang akan datang secara objektif; (3) perencanaan harus diarahkan pada pencapain tujuan, sehingga apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kemungkinan besar adalah kurang sempurnanya suatu perencanaan; dan (4) perencanaan harus mempertimbangkan aspek kebijakan, anggaran, prosedur, aturan, metode, kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b. Pengelolaan Pembelajaran
Tugas kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu menetapkan arah lembaga pendidikan melalui perumusan visi, misi, dan tujuan sekolah yang berorientasi ke masa depan. Selanjutnya kepala sekolah bersama wakil kepala sekolah bidang kurikulum sebagai manajer program pembelajaran, melakukan penyusunan program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan masyakarat di masa depan yaitu masyarakat belajar (learning society) dan masyarakat ilmiah (scientific society) (Soedrajat, 2005: 43).

Kepala sekolah yang interpreneur mengupayakan efektivitas dan efisiensi manajemen pendidikan dan pembelajaran di sekolah agar semua tujuan pembelajaran dapat tercapai. Secara operasional, manajemen pembelajaran adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen pada komponen pembelajaran, yaitu: siswa, guru, tujuan, materi, metode, sarana/alat dan evaluasi. Ruang lingkup manajemen pembelajaran dapat digambarkan dengan matriks pada bagan sebagai berikut:









Secara matematis, matriks dalam bagan di atas menggambarkan adanya 40 kegiatan manajemen pembelajaran, yaitu mulai dari kegiatan A.1, hingga kegiatan E.8. Matriks dalam bagan tersebut dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi kegiatan yang diperlukan dalam manajemen pembelajaran. Tidak berarti dalam menajemen pembelajaran harus terdiri dari 40 kegiatan.
Menurut Bafadhal (2003: 59-60), bahwa kegiatan manajemen pembelajaran meliputi:
1) Perencanaan
� Analisis materi pembelajaran (AMP)
� Penyusunan kalender pendidikan
� Penyusunan program tahunan (Prota) dengan memperhatikan kalender pendidikan dan hasil analisis materi pelajaran.
� Penyusunan program semester (Promes) berdasarkan program tahunan yang disusun.
� Penyusunan program satuan pembelajaran/skenario pembelajaran
� Penyusunan recana pembelajaran (RP)
� Penyusunan rencana bimbingan dan penyuluhan.

2) Pengorganisasian
� Pembagian tugas pembelajaran dan tugas lain
� Penyusunan jadwal pembelajaran
� Penyusunan jadwal kegiatan perbaikan
� Penyusunan jadwal kegiatan pengayaan
� Penyusunan jadwal kegiatan ekstrakurikuler
� Penyusunan jadwal kegiatan bimbingan dan penyuluhan.

3) Pengerahan
� Pengaturan pelaksanaan kegiatan pembukaan tahun ajaran baru
� Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
� Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan penyuluhan
� Supervisi pelaksanaan pembelajaran
� Supervisi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan.

4) Pengawasan
� Supervisi pelaksanaan pembelajaran
� Supervisi pelaksanaan dan penyuluhan
� Evaluasi proses dan hasil kegiatan pembelajaran
� Evaluasi proses dan hasil kegiatan bimbingan dan penyuluhan.

Proses pembelajaran selain diawali dengan perencanaan yang bijak, serta didukung dengan komunikasi yang baik, juga harus didukung dengan pengembangan strategi yang mampu membelajarkan siswa. Pengelolaan pembelajaran merupakan suatu proses penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Menurut Dunkin dan Biddle (1974: 38), proses pembelajaran berada dalam empat variabel interaksi, yaitu: 1) variabel pertanda (presage variables) berupa pendidik; 2) variabel konteks (contex variables) berupa peserta didik; 3) variabel proses (process variables); dan 4) variabel produk (product variables) berupa pekembangan peserta didik baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, maka keempat variabel pembelajaran tersebut harus dikelola dengan baik. Berikut uraian pengelolaan variabel pembelajaran.


Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd

Pendidik di Malang

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Manajemen Pembelajaran dalam Perspektif Islam

a. Pengertian Manajemen Pembelajaran
Manajemen pembelajaran adalah segala usaha pengaturan proses belajar mengajar dalam rangka tercapainya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Manajemen program pembelajaran sering disebut dengan manajemen kurikulum dan pembelajaran (Bafadhal, 2004: 11).

Pada dasarnya manajemen pembelajaran merupakan pengaturan semua kegiatan pembelajaran, baik dikategorikan berdasarkan kurikulum inti maupun penunjang berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan sebelumnya, oleh Departemen Agama atau Departemen Pendidikan Nasional.

b. Manajemen Pembelajaran dalam Perspektif Islam.
Manajemen dalam perspektif Islam berbeda dengan manajemen menurut barat. Hal ini dikarenakan dasar-dasar manajemen dalam Islam bersumber dari Al Qur�an dan Sunnah.

Menurut Gibson yang dikutip Ndhara (1988: 93) mendifinikan manajemen sebagai berikut: �Management consist of activites under taken by one or more person to corrdinate the activities of others person to achieve result not achievable by one person alone. (Manajemen merupakan suatu hal yang terdiri dari aktivitas-aktivitas yang dikelola oleh satu atau beberapa orang untuk mengatur aktivitas orang lain agar mencapai hasil yang diinginkan).

Sedangkan menurut Konntz (1972: 16) bahwa: �management is getting things done trough people. In bringing about this cordinating of group activity, the manager, as a manager plan, organizes, staff, direct, and control the activities other people�. (Yaitu manajemen adalah suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu melalui suatu kegiatan orang lain. Dengan demikian, manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengerahan dan pengendalian).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) manajemen merupakan suatu tindakan atau aktivitas ke arah pencapaian tujuan, (2) manajemen merupakan sistem kerjasama, dan (3) manajemen melibatkan orang lain baik manusia maupun non- manusia.
Dalam pandangan Islam, manajemen lebih diartikan sebagai sebuah tindakan yang digunakan untuk mengatur sesuatu dengan penuh rasa tanggung jawab, sesuai dengan pembagian tugas yang dilakukan oleh pemimpin untuk seluruh staf dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. (Effendi, 1986: 17).

Sebagaimana firman Allah di dalam al Qur�an tentang tanggung jawab:
Terjemah: �Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al Isra�: 36).

Terjemah: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa manajemen dalam pandangan Islam merupakan suatu aktivitas untuk mengelola sesuatu dengan penuh rasa tanggung jawab, yang dilakukan dengan pembagian tugas masing-masing sesuai dengan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

a. Perencanaan
Dalam Al-Qur�an, fungsi perencanaan dapat kita temuan dari ayat berikut ini, yakni di dalam Al Qur�an surat al-Hasyr ayat 18 yang berbunyi:
Terjemahnya: �Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.�

Juga dalam hadits (CD Hadits-Kutub at Tis�ah)) Rasulullah bersabda
???????? ?????????? ????????????? ????????? ??????? ?????? ????????? (???? ?????)

"Bahwasannya semua pekerjaan diawali dengan niat, dan bahwasannya pekerjaan tergantung pada niat (rencananya)� (HR. Bukhari: 01)

Dari ayat dan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu harus direncanakan (niatkan). Dalam upaya mengelola pembelajaran diperlukan sebuah niat (rencana), perencanaan yang baik, bentuk perencanaan yang baik meliputi:
1) Perencanaan selalu berorientasi pada masa depan, yaitu dalam perencanaan berusahan untuk memprediksi bentuk dan masa depan siswa dalam pembel;ajaran berdasarkan kondisi dan situasi saat ini.
2) Perencanaan merupakan suatu hal yang benar-benar dilakukan bukan kebetulan, sebagai hasil dari ekplorasi dan evaluasi kegiatan pembelajaran sebelumnya.
3) Perencanaan memerlukan tindakan dari orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan, baik secara individu maupun kelompok.
4) Perencanaan harus bermakna, dalam arti usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan diselenggarakannya pendidikan menjadi semakin efektif dan efisien.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap kegiatan yang ingin mencapi tujuan sebagaimana yang diharapkan harus terlebih dahulu dilakukan proses perencanaan.

b. Pengorganisasian
Menurut Hick dan Gullet (1981: 321) pengorganisasian adalah kegiatan membagi tugas dan tanggung jawab dan wewenang sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Di dalam Al-Qur�an surat Al-Imran ayat 103 dapat diambil sebuah pemahaman tentang adanya fungsi manajemen, yaitu organizing (pengorganisasian). Sebagaimana firman Allah:
Terjemahnya: �Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.

Dari beberapa ayat tersebut menunjukkan perlunya persatuan dalam setiap tindakan yang terpadu, utuh, kuat, dan karenanya Allah melarang bercerai berai. Artinya bahwa mengorganisasi sesuatu hal dengan baik agar supaya tidak terpecah-pecah antara satu dan lain menjadi prinsip dalam manajemen menurut Islam.

Terjemah : Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al An�am: 165)

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa seseorang dalam menjalani hidup, pasti dihadapkan pada sesuatu yang berbeda, mereka ada pada tingkatan yang berbeda, yang dikenal dengan sebutan stuktur organisasi. Dengan demikian, pengorganisasian sesungguhnya merupakan kegiatan untuk menyusun atau membentuk hubungan-hubungan agar diperoleh kesesuaian dalam upaya mencapai tujuan.

c. Pengarahan
Menurut Terry dalam Hasibun (2001: 183) mendefinisikan bahwa pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok, agar mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Di dalam Islam, fungsi pengarahan dilakukan oleh seorang nabi (guru) atau pemimpin, untuk memberikan petunjukan tentang hal yang baik dan yang buruk. Di dalam Al Qur;an surat Al Imran ayat 110 Allah berfirman:
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Al Imran: 110)

Ayat di atas, mengisyaratkan bahwa sebagai umat manusia (umat Muhammad) yang terbaik diperintahkan untuk memberikan anjuran (pengarahan) kepada umat Islam laiinya agar senantiasa melakukan pekerjaan yang baik dan menjauhkan diri dari melakukan pekerjaan yang melanggar perintah agama.

Di dalam Surat Al Baqarah ayat 213 Allah berfirman:
Terjemahnya: �Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan.�

Proses actuating adalah memberikan perintah, petunjuk, dan nasehat serta keterampilan dalam berkomunikasi.

Berkenaan dengan manajemen pembelajaran, maka seorang kepala sekolah harus memberikan pengarahan kepada para pegawainya baik guru maupun karyawan dengan berbagai macam pendekatan agar tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai dengan baik. Oleh karena, peran kepala sekolah dalam manajemen pembelajaran sangat penting sekali.

d. Pengawasan
Di dalam Islam, fungsi pengawasan dapat terungkap pada ayat-ayat di dalam al Qur�an surat As-Shof ayat 3:
Terjemahnya: �Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.�

Ayat tersebut memberikan ancaman dan peringatan terhadap orang yang mengabaikan control terhadap perbuatannya. Dalam hal control Islam menurut Jawahir (1983: 66) sangat memperhatikan adanya bentuk pengawasan terhadap diri terlebih dahulu sebelum melakukan pengawasan terhadap orang lain. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw yang berbunyi:
?????????? ??????????? ?????? ???? ???????????? (????????)
Artinya: �Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah terlebih dahulu atas kerjamu sebelum melihat kerja orang lain.� (HR. Tirmidzi: 2383). (CD Hadits: Kutub at Tis�ah)

Juga di dalam surat Al Zalzalah Allah berfirman:
Terjemah: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Dalam pandangan Islam segala sesuatu harus dilakukan secara terencana, dan teratur. Tidak terkecuali dengan proses kegiatan belajar-mengajar yang merupakan hal yang harus diperhatikan, karena substansi dari pembelajaran adalah membantu siswa agar mereka dapat belajar secara baik dan maksimal. Manajemen dalam hal ini berarti mengatur atau mengelola sesuatu hal agar menjadi baik.
Hal ini sesuai dengan hadits, An-Nawawi (1987: 17) yang diriwayatkan dari Ya�la Rasulullah bersabda:

????? ????? ?????? ???????????? ????? ????? ????? ? (???? ???????)
Artinya: �Sesungguhnya mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu.� (HR. Bukhari: 6010). (CD Hadits: Kutub at Tis�ah)

Selain itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

????? ????? ??????? ??????????? ?????????? ????????? ???? ?????????? (???? ???????)
Artinya: �Sesungguhnya Allah mencintai orang yang jika melakukan suatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, dan tuntas) (HR. Thabrani).

Menurut An-Nawawi (1987: 17) dalam bukunya hadits Ar�bain bahwasannya Rasulullah juga memerintahkan manusia agar mendidikan anak-anaknya secara terencana sesuai dengan fase-nya.
�Didiklah anakmu dalam tiga tahap, tujuh tahun pertama ajaklah ia sambil bermain, tujuh tahun kedua ajaklah dia untuk disiplin, dan tujuh tahun ketiga ajaklah dia sebagai teman�. (HR. Baihaqi)

Dari hadits tersebut dapat penulis ambil suatu dasar bahwasannya sekolah/madrasah merupakan salah satu tempat untuk mendidik anak bermain, disiplin dan memperlakukan anak didik sebagai teman dalam proses belajar mengajar, sehingga mereka nantinya dapat tumbuh sebagai generasi-generasi yang tangguh.


Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd

Pendidik di Malang

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Konsep Pembelajaran Unggul di Madrasah Ibtidaiyah

a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru, instruktur atau pembelajar dengan tujuan untuk membantu siswa (Setyosari; 2003: 6). Senada dengan hal itu juga diungkapkan oleh Degeng (1998), bahwa pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa, secara khusus pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh guru, instruktur, pembelajar dengan tujuan untuk membantu siswa atau peserta didik.

Menurut Muhaimin (1996: 99), pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa/peserta didik untuk belajar. Kegiatan ini akan mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih efektif dan efisien.

Sedangkan menurut Hamalik Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. (Hamalik, 2003: 57).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha manusia yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu menfasilitasi belajar orang lain.

Manusia terlibat dalam sistem pengajaran yang terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik.
Madrasah tidak ubahnya sebagai intitusi atau lembaga. Sebagai sebuah lembaga, madrasah mengembang misi tertentu yaitu melakukan proses pendidikan, proses sosialisasi, dan proses transformasi anak didik, dalam rangka mengatarkan mereka siap mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya. Sebagai institusi atau lembaga madrasah menyelenggarakan berbagai aktivitas pembelajaran yang melibatkan berbagai macam komponen, sehingga menuntut adanya manajemen pembelajaran yang baik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran dan institusional madrasah.

Secara garus besar aktivitas pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah (MI), baik negeri maupun swasta dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, aktivitas pembelajaran kurikuler, seperti pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), pembelajaran Eksakta (Sain&Matematika), pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Alam (IPA), pembelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian (Kertakes), pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes). Kedua, aktivitas pembelajaran ekstrakurikuler, seperti kegiatan pramuka, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), olah raga, kesenian. Ketiga, aktivitas pembelajaran lainnya seperti upacara bendera yang diselenggarakan pada setiap hari senin dan senam pagi. Masing-masing jenis aktivitas pembelajaran tersebut harus memiliki tujuan kurikuler. Namun semua aktivitas pembelajaran harus dipadukan sedemikian rupa dan diarahkan pada pencapaian tujuan, tepatnya tujuan Madrasah Ibtidaiyah (MI). demikian pula, agar aktivitas pembelajaran antara yang satu dan lain tidak terjadi tumpang tindih, maka dibutuhkan manajemen pembelajaran yang baik. (Bafadhal, 2003: 53)]

b. Tujuan Pembelajaran
Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan guru. Dari segi siswa belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami satu proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Bahan belajar tersebut berupa keadaan alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran. Dari segi guru proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal. (Dimyati, 1999: 17).

Kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata pelajaran, dan guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dikembangkan dan diapresiasi. Berdasarkan mata pelajaran yang ada dalam petunjuka kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa. (Hamalik, 2003: 76)

Pandangan ini didukung oleh para pakar yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Sekolah dalam masyarakat adalah suatu integrasi. Pendidikan adalah di sini dan sekarang ini (G.E. Olson: 1945). Implikasi dari pengertian ini adalah sebagai berikut:
(1) Tujuan pembelajaran ialah mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakatnya.
Sekolah berfungsi menyiapkan siswa untuk menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan, mereka bukan dipersiapkan untuk menghadapi masa depan yang lebih jauh, 10 atau 20 tahun ke depan, melainkan untuk memecahkan masalah-masalah sehari-hari dalam lingkungannya, di rumah dan di masyarakat. Karena itu, para siswa harus mengenal keadaan kehidupan yang sesungguhnya dan belajar memecahkannya.

(2) Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam hubungan sekolah dan masyarakat.
Masyarakat dinyatakan sebagai laboratorium belajar yang paling besar. Sumber-sumber masyarakat tak pernah habis sebagai sumber belajar. Prosedur penyelenggaraannya, ialah dengan cara membawa siswa ke dalam masyarakat dengan karyawisata, survei, berkemah, dan lain-lain; atau dengan cara membawa masyarakat ke dalam sekolah sebagai nara sumber. Dengan demikian, masyarakat akan memberikan sumbangan yang besar terhadap pendidikan anak, dan sebaliknya, sekolah akan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah-masalah masyarakat. Sekolah juga berfungsi turut memperbaiki kehidupan masyarakat sekitarnya.

(3) Siswa belajar secara aktif
Siswa bukan saja aktif belajar di laboratorium sekolah, mencari pengalaman kerja dalam berbagai lapangan kehidupan, tetapi juga aktif bekerja langsung di masyarakat. Dengan cara ini, semua potensi yang mereka miliki menjadi hidup dan berkembang. Siswa turut merencanakan, berdiskusi, meninjau, membuat laporan, dan lain-lain, sehingga perkembangan pribadinya selaras dengan kondisi lingkungan masyarakat.

(4) Guru juga bertugas sebagai komunikator.
Guru juga bertugas sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Guru mempersiapkan rencana awal pembelajaran, kemudian menyusun rencana lengkap bersama siswa sebagai persiapan pelaksanaan di lapangan. Guru harus mengenal dengan baik keadaan masyarakat sekitarnya, supaya dapat menyusun proyek-proyek kerja bagi para siswa. Kelas selalu melakukan inventarisasi masalah-masalah yang muncul dalam masyarakat, kemudian diupayakan pemecahannya. Peranan sebagai komikator, bukan saja memerlukan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan apresiasi, namun diperlukan keterampilan berintegrasi dan bekerjasama dengan masyarakat. Berdasarkan teori-teori tersebut semakin jelaslah, bahwa kegiatan dan proses pembelajaran itu sangat kompleks.

c. Ciri-ciri Pembelajaran
Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran ialah:
1) Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
2) Saling tergantung (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
3) Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem yang dibuat oleh manusia, seperti sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan tertentu. Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem. Tujuan utama sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar. Tugas seorang perancang sistem ialah mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur agar siswa belajar secara efisien dan efektif. Dengan proses mendesain sistem pembelajaran si perancang membuat rancangan untuk memberikan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan sistem pembelajaran tersebut. (Hamalik, 2003: 64-66).

d. Pembelajaran Unggul
Pembelajaran Unggul (The Exellence Teaching) adalah proses belajar mengajar yang kembangkan dalam rangka membelajarkan semua siswa berdasarkan tingkat keunggulannya (individual differences) untuk menjadikannya beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasi ilmu pengetahuan dan teknologi secara mandiri namun dalam kebersamaan, mampu menghasilkan karya yang terbaik dalam menghadapi persaigan pasar bebas (Bafadhal, 2003: 30).

Merujuk pada konsepsi di atas, perlu ditegaskan bahwa pembelajaran unggulan bukanah pembelajaran yang secara khusus dirancang dan dikembangkan hanya untuk siswa yang unggul, melainkan lebih merupakan pembelajaran yang secara metodologis maupun psikologis dapat membuat semua siswa mengalami belajar secara maksimal dengan memperhatikan kapasitasnya masing-masing. Menurut Bafadhal (2003) ada tiga indikator pembelajaran unggulan. Pertama, pembelajaran unggulan apabila dapat melayani semua siswa (bukan hanya pada sebagian siswa). Kedua, dalam pembelajaran unggulan semua anak mendapatkankan pengalaman belajar semaksimal mungkin. Ketiga, walaupun semua siswa mendapatkan pengalaman belajar maksimal, prosesnya sangat bervariasi bergantung pada tingkat kemampuan anak yang bersangkutan.

Dalam konteks makalah ini, yakni dalam hal pembelajaran, sekolah harus mampu melaksanakan tiga tugas dalam pembelajaran unggulan, yaitu: Pertama, sekolah harus mampu melayani siswa baik secara individu maupun kelompok. Kedua, sekolah dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik secara maksimal. Ketiga, sekolah dapat memberikan variasi pembelajaran kepada siswa sesuai dengan tingkat kemampuan mereka masing-masing.


Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd

Pendidik di Malang

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Selasa, 29 Maret 2011

Tahap-tahap Proses Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Tahap-tahap Proses Dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran yang dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi. Adapun dari ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut:
A. Tahap Perencanaan.
Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang matang akan menunjukkan hasil yang optimal dalam pembelajaran.
Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.
Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat menyusun berbagai program pengajaran sesuai pendekatan dan metode yang akan di gunakan.
Dalam konteks desentralisasi pendidikan seiring perwujudan pemerataan hasil pendidikan yang bermutu, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan dalam konteks lokal, nasional dan global.
Secara umum guru itu harus memenuhi dua kategori, yaitu memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi, dan memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.
Agama islam sebagai bidang studi, sebenarnya dapat diajarkan sebagaimana mata pelajaran lainnya. Harus dikatakan memang ada sedikit perbedaannya dengan bidang studi lain. Perbedaan itu ialah adanya bagian-bagian yang amat sulit diajarkan dan amat sulit dievaluasi. Jadi, perbedaan itu hanyalah perbedaan gradual, bukan perbedaan esensial.
Beberapa prinsip yang perlu diterapkan diterapkan dalam membuat persiapan mengajar :
1. Memahami tujuan pendidikan.
2. Menguasai bahan ajar.
3. Memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran.
4. Memahami prinsip-prinsip mengajar.
5. Memahami metode-metode mengajar.
6. Memahami teori-teori belajar.
7. Memahami beberapa model pengajaran yang penting.
8. Memahami prinsip-prinsi evaluasi.
9. Memahami langkah-langkah membuat lesson plan.

Langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Analisis Hari Efektif dan analisis Program Pembelajaran
Untuk mengawali kegiatan penyusunan program pembelajaran, guru perlu membuat analisis hari efektif selama satu semester. Dari hasil analisis hari efektif akan diketahui jumlah hari efektif dan hari libur tiap pekan atau tiap bulan sehingga memudahkan penyususnan program pembelajaran selama satu semester. Dasar pembuatan analisis hari efektif adalah kalender pendidikan dan kkalender umum.
Berdasarkan analisis hari efektif tersebut dapat disusun analisis program pembelajaran.
b. Membuat Program Tahunan, Program Semester dan Program Tagihan
Program Tahunan
Penyusunan program pembelajaran selama tahun pelajaran dimaksudkan agar keutuhan dan kesinambungan program pembelajaran atau topik pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam dua semester tetap terjaga.
Program Semester
Penyusunan program semester didasarkan pada hasil anlisis hari efektif dan program pembelajaran tahunan.
Program Tagihan
Sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran, tagihan merupakan tuntutan kegiatan yang harus dilakukan atau ditampilkan siswa. Jenis tagihan dapat berbentuk ujian lisan, tulis, dan penampilan yang berupa kuis, tes lisan, tugas individu, tugas kelompok, unjuk kerja, praktek, penampilan, atau porto folio.
c. Menyusun Silabus
Silabus diartikan sebagai garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran. Silabus merupakan penjabaran dari standard kompetensi, kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai standard kompetensi dan kompetensi dasar.
d. Menyusun Rencana Pembelajaran
Kalau penyusunan silabus bisa dilakukan oleh tim guru atau tim ahli mata pelajaran, maka rencana pembelajaran seyogyanya disusun oleh guru sebeleum melakukan kegiatan pembelajaran. Rencana pembelajaran bersifat khusus dan kondisional, dimana setiap sekolah tidak sama kondisi siswa dan sarana prasarana sumber belajarnya. Karena itu, penyusunan rencana pembelajaran didasarkan pada silabus dan kondisi pembelajaran agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung sesuai harapan.
e. Penilaian Pembelajaran
Penilaian merupakan tindakan atau proses untuk menentukan nilai terhadap sesuatu. Penilaian merupakan proses yang harus dilakukan oleh guru dalam rangkaian kegiatan pembelajaran.
Prinsip penilaian antara lain Valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil dan objektif, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, bermakna.

Kegiatan yang harus dilakukan perancang pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang mengikuti model Kemp adalah sebagai berikut :
a. Perkirakan kebutuhan PAI (learning needs) untuk merancang program pembelajaran; nyatakan tujuan, kendala, dan prioritas yang harus dipelajari.
b. Pilih dan tetapkan pokok bahasan atau tugas-tugas pembelajaran PAI untuk dilaksanakan dan tujuan umum PAI yang akan dicapai.
c. Teliti dan identifikasi karakteristik peserta didik yang perlu mendapat perhatian selama perencanaan pengembangan pembelajaran PAI.
d. Tentukan isi pembelajaran PAI dan uraikan unsur tugas yang berkaitan dengan tujuan PAI.
e. Nyatakan tujuan khusus belajar PAI yang akan dicapai dari segi isi pelajaran dan unsur tugas.
f. Rancanglah kegiatan-kegiatan belajar menajar PAI untuk mencapai tujuan PAI yang sudah dinyatakan.
g. Pilihlah sejumlah media untuk mendukung kegiatan pengajaran PAI.
h. Rincikan pelayanan penunjang yang diperlukan untuk mengembangkan dan melaksanakan semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan ajar PAI.
i. Kembangkan alat evaluasi hasil belajar PAI dan hasil program pengajaran PAI.
j. Lakukan uji awal kepada peserta didik untuk mempelajari produk pembelajaran PAI yang anda kembangkan.

B. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri. Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi metode dan tekhnik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media.
Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya ialah:
a. Aspek pendekatan dalam pembelajaran
Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik yang dikuasai guru tentang hakikat pembelajaran. Mengingat pendekatan pembelajaran bertumpu pada aspek-aspek dari masing-masing komponen pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran, akan tercakup penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan bersifat multi pendekatan.
b. Aspek Strategi dan Taktik dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah tindakan pembelajaran yang dilakukan guru yang dinilai strategis untuk mengaktualisasikan proses pembelajaran.
Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran. Taktik pembelajaran berhubungan dengan tindakan teknis untuk menjalankan strategi. Untuk melaksanakan strategi diperlukan kiat-kiat teknis, agar nilai strategis setiap aktivitas yang dilkukan guru-murid di kelas dapat terealisasi. Kiat-kiat teknis tertentu terbentuk dalam tindakan prosedural. Kiat teknis prosedural dari setiap aktivitas guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran. Dengan perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis yang bersifat prosedural dari suatu tindakan guru dan siswa dalam pembelajaran aktual di kelas.
c. Aspek Metode dan Tekhnik dalam Pembelajaran
Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangkaian interaksi dinamis antara guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya. Interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya tersebut dapat mengambil berbagai cara. Cara-cara interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya tersebut lazimnya dinamakan metode.
Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang menyangkut tentang cara bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan. Metode dilihat dari fungsinya merupakan seperangkat cara untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Ada beberapa cara dalam melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya dengan berceramah, berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi dan lain-lain.
Setiap metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis yang dimaksud adalah gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode pembelajaran
d. Prosedur Pembelajaran
Pembelajaran dari sisi proses keberlangsungannya, terjadi dalam bentuk serangkaian kegiatan yang berjalan secara bertahap. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari satu tahap ke tahap selanjutnya, sehingga terbentuk alur konsisten. Tahapan pembelajaran yang konsisten yang berbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut merupakan prosedur pembelajaran.

C. Tahap Evaluasi
Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
1. Peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan;
2. Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan tingkah laku yang diinginkan.
Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi, dapat diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah tujuan pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat (seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
�(1) Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian pertanyaan; (2) Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri; (3) Evaluasi belajar sikap, dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS)�
Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta didik, tetap harus sesuai dengan persyaratan yang baku, yakni tes itu harus:
1. Memiliki validitas (mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau dinilai, terutama menyangkut kompetensi dasar dan materi standar yang telah dikaji);
2. Mempunyai reliabilitas (keajekan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik, bila dites kembali dengan tes yang sama);
3. Menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa yang sedang diukur, disamping perintah pelaksanaannya jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang tidak ada hubungannya dengan maksud tes);
4. Pelaksanaan evaluasi harus efisien dan praktis.


Rujukan:
1. Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung : Alfabeta, 2003).
2. Siti Kusrini, dkk, Keterampilan Dasar Mengajar (PPL 1), Berorientasi Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2005), hlm. 128.
Nur Ali, "Pengembangan Buku Ajar Pendidikan Agama Islam", (STAIN Malang, 2003).
3. Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit, Hlm.91.
4. Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 112.
5. Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 223-224.
6. E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, Hlm.169.


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com